15 October, 2009

Makro-ekonomi vs Mikro-ekonomi

Ada satu hal unik yang menggelitik benak saya dari bacaan hari ini, tentang korelasi makroekonomi dengan mikroekonomi atau bahkan pengertian kedua istilah itu sendiri yang baru termengerti oleh fikiran sederhana saya. Benarkah tingkat ekonomi global yang sedang berlangsung dan akan terus berputar entah menukik kedalam atau mencuat keatas ada hubungannya dengan tingkat kesejahteraan sebagian besar umat manusia di dunia itu sendiri, atau lebih tepatnya ada efeknya terhadap tingkat kesejahteraan finansial saya dan keluarga saya ? Apa iya jika nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika terus menguat akan meningkat pula terhadap kekuatan finansial keluarga saya yang sehari-hari selalu bayar tukang sayur dengan rupiah ? Apa betul jika pelaku pasar modal percaya dengan susunan kabinet 2009 - 2014 mendatang dan transaksi IHSG di BEJ menunjukkan raport hijau kemudian serta merta tingkat kemiskinan di Indonesia turun signifikan ?

Saya kok rada pesimistis dengan hal itu. Apapun kejadian di luaran sana entah makroekonomi Indonesia sendiri, perusahaan IBM atau Microsoft yang bangkrut, Cina yang terus menggelontorkan produk murah mengguncang pasar merk Amerika bahkan Jepang dan Korea tak ada korelasinya sedikitpun dengan kelangsungan finansial saya. Apa yang terjadi dalam lingkup rumah ekonomi keluarga saya adalah mutlak dari keputusan yang diambil oleh keluarga saya, dengan pilihan dan kedisiplinan keluarga saya sendiri dalam mengelola input, output dan investasi rumah tangga saya pribadi, entah seperti apapun gelombang pasar di dunia yang sedang berkecamuk.

Inilah yang menurut saya pegertian mikroekonomi keluarga, setiap keluarga atau lebih lanjutnya setiap individu harus punya tingkat kedisiplinan dan kebijakan mikroekonomi spesifik sendiri untuk kelangsungan finansialnya sendiri. Jangan takut dengan kejadian di luar apapun itu namanya; inflasi, nilai tukar mata uang, gejolak politik negara, kebangkrutan perusahaan raksasa multinasional, isu krisis energi, global warming. Temukan kunci spesifik arah kebebasan finansial kita, terus asah dan kembangkan potensi diri. Tempatkan diri pada posisi yang benar-benar kita nikmati, sehingga hasil yang akan kita dapatkan lebih bermakna secara rohani dan lebih baik secara hitungan numerik. Cari, Terus Kembangkan, Tekun, Senyum dan Nikmatilah Prosesnya; Hasilnya kita evaluasi dengan bijak jika prosesnya sudah kita rasakan demikian menyenangkan.....

13 July, 2009

Jusuf Menang

Hm....sudah sangat luama sekali aku tidak update kembali resensi hati ini. Pemilu Presiden telah lewat dan terjadi dengan damai dan lancar meskipun masih ada saja berita yang "kurang legowo". Sedikit nukilan resensi Ahmad Baedowi di Media Indonesia edisi 13 Juli 2009 ini mungkin sedikit bisa dijadikan bahan renungan sebagai awal kembali kehidupan laman resensi hati ini.
____________________________________________________________

Coba kita terawang secara batin dan sembunyi-sembunyi, proses pendidikan seperti apa kira-kira yang pernah diterima Pak Jusuf Kalla ketika di sekolah dulu? Lantas kalau kita tanyakan langsung kepada beliau, mana yang lebih besar pengaruhnya, lingkungan pendidikan formal di sekolah atau lingkungan pendidikan di rumah atau keluarganya yang mampu membentuk mental model seorang Jusuf Kalla sehingga memiliki kecerdasan emosi yang luar biasa dalam menerima hasil pemilihan presiden? Saya cenderung dan condong untuk memilih bahwa pendidikan di rumah/keluargalah yang lebih banyak membentuk pribadi Jusuf Kalla yang berjiwa besar, polos, antihipokrit dan tegas.

Dari aspek kompetensi, pribadi Jusuf Kalla juga menyiratkan dua hal sekaligus, yaitu kompeten di bidang ekonomi yang dikuasainya (a hard dimension)dan pada waktu yang bersamaan beliau juga memiliki sikap dan sifat yang elegan sebagai seorang negarawan yang menjunjung tinggi budaya negeri (a soft skill dimension). Karena itu, definisi kompetensi menurut Naresh Makhijani "competency can essentially be defined as having both job-related technical skills (a hard dimension) as well as attitudinal adan behavioral components (a sof dimension)" sangat pas dengan perilaku dan sikap kewarganegaranan Jusuf Kalla yang mengedepankan rasa persatuan kebangsaan. Hal itu sangat terlihat dari dialog Jusuf Kalla dengan SBY pasca pemilihan presiden beberapa hari yang lalu, ketika keinginan untuk menjalin tali silaturahim lebih kental daripada memelihara rasa "permusuhan" dan "persaingan" untuk menjadi presiden.

Pak Jusuf, dari perspektif pedagogis, telah mengajarkan banyak hal kepada para guru dan siswa di sekolah. Dalam tiga kali kesempatan debat calon presiden dan satu kali diskusi dengan Kadin misalnya, Pak Jusuf Kalla terlihat tampil sangat antusias, penuh percaya diri, dan sangat jelas dalam memaparkan visi dan misinya. Beliau berani mengungkapkan fakta meski telinga orang lain akan merah jika mendengarnya. Dalam bahasa agama, mengatakan sesuatu yang hak (benar) adalah kebenaran itu sendiri, meskipun sakit untuk mengatakan dan merasakannya (quill haq walau kaana murron). Tentu saja contoh sikap tegas semacam itu penting bagi para guru untuk mentransfernya ke dalam relung jiwa para siswa mereka.

Ada contoh lain dari pribadi Pak Jusuf yang juga penting dan patut ditiru civitas akademika di sekolah dan perguruan tinggi, yaitu sifat respek, mau menghargai dan mengakui kelebihan orang, dalam hal ini ketika beliau memberikan ucapan selamat kepada SBY atas kemenangan sementaranya versi quick count sebagai presiden. Orang dengan kecenderungan sikap dan sifat semacam itu tentu saja akan merasa jauh dari kekurangan, jauh dari rasa kalah dan akan terus menjadi pemenang. Bukankah seorang pemenang sejati adalah mereka yang lebih banyak memberikan orang lain kesempatan untuk menunjukkan pengabdiannya dengan tulus dan ikhlas? Karena itu layak jika para guru mau memetik pelajaran berharga ini dan menjadikan sikap respek atau menghargai orang lain sebagai substansi bahan ajar yang harus ditumbuhkan dalam budaya sekolah kita.

Kalaupun kita mau jujur dalam mencari tahu penyebab kekalahan Jusuf Kalla, menurut hemat saya, letaknya juga tak jauh dari masalah pendidikan. Andaikan tingkat pendidikan masyarakat Indonesia saat ini lebih dari 50% minimal lulusan SMA saja, mungkin ceritanya akan menjadi lain. Saya haqqul yakin bahwa Jusuf Kalla pasti memiliki tingkat elektabilitas yang tinggi dikalangan scholar yang dekat dengan perspektif ilmiah dan rasional. Namun, sayangnya tak ada data yang pasti dan ditunjukkan para lembaga survei tentang aspek ini. Data yang pasti ada adalah bahwa tingkat pendidikan para pemilih di Pulau Jawa saja misalnya, sekitar 54% adalah hanya lulusan SD dan berusia diatas 50 tahun. Dan dalam beberapa hal, pemilih dengan tingkat pendidikan yang rendah ini memang cukup diberi janji ala ratu adil saja sudah cukup, tanpa perlu memberikan alasan serba rasional, misalnya, mengapa bangsa ini tak kunjung maju setelah 63 tahun merdeka?

Jelas sekali bahwa potret pendidikan berkaitan dengan tingkat kedewasaan masyarakat dalam berdemokrasi. Karena itu, sebenarnya memang sangat tidak relevan untuk mengategorikan tipe calon pemimpin di Indonesia dengan pendekatan agama, suku bangsa, ataupun trah tertentu seperti anak bekas presiden atau raja dan sebagainya. Demokrasi Indonesia harus dibangun dengan budaya yang rasional hanya akan lahir dari sekolah-sekolah yang sehat, sistem pendidikan yang juga sehat dan terbebas dari birokrasi feodal ala raja-raja era Sriwijaya dan Majapahit.

23 May, 2009

I'll Back Again....


Hm...lama rasanya tidak terjun dalam pembakaran pribadi menuju kesempurnaan proses evolusi ini. Orang pintar bilang, rehat boleh tapi tak boleh terlalu lama nanti bisa mati sendiri (kreativitasnya maksudnya) atau bisa-bisa kehilangan kendali dan bingung mulai dari awal lagi.

It's OK, I'm back now & the show must go on or may be I'm lated for greatest show but I believe that momentum always wait me.

So...wait me !!!

15 April, 2009

7 Kurcaci Pelindung Anak Cantik


Anak yang cantik selalu dikelilingi oleh 7 kurcaci yang baik. Kurcaci ini selalu ikut kemanapun si anak cantik bermain, ketika anak cantik tidur pun dengan setia ketujuh kurcaci ini selalu tersenyum menjaga mimpi indahnya sampai terbangun kembali. Kurcaci tidak pernah makan atau minum, juga tidak pernah punya keinginan, setiap detik hidupnya selalu dilakukan untuk menjaga kesehatan dan senyum manis si anak cantik. Kesehatan ketujuh kurcaci ini akan semakin membaik jika si anak cantik tumbuh sehat, pintar & riang selalu. Sementara anak cantik lagi sakit atau menangis maka ikut sedih pula lah ketujuh kurcaci ini sehingga kesehatannya juga ikut menurun.

Pokoknya apapun yang terjadi 7 kurcaci akan selalu mengabdikan hidupnya untuk kebahagiaan anak yang cantik. Pagi hari Mama si anak cantik sudah bangun, dengan sigap pula kurcaci yang terbangun segera membangunkan keenam teman-temannya.
"Hey...kawan, Mama anak cantik sudah bangun, kita harus membantu Mama buat sarapan untuk anak cantik." demikian seru si kurcaci yang berwarna hijau.
"Ok...siapa takut." jawab mereka serentak.
Plethak!!! Suara kompor gas sudah dinyalakan sang Mama. Kurcaci merah sudah siap meniup api agar panasnya merata dan cepat masak sarapan anak cantik. Kurcaci coklat tidak lupa mengingatkan Mama untuk membuat pudingnya, Kurcaci ungu menajamkan pisau dan menyiapkan peralatan logam dapur lainnya. Sementara kurcaci hijau menyiapkan sayurnya, tinggal si kurcaci kuning, orange dan biru yang masih di tempat tidur menjaga anak cantik.

Air untuk merebus makanan anak cantik sudah mendidih berkat api yang ditiup oleh kurcaci merah, maka serentaklah ketujuh kurcaci masuk kedalam panci bersamaan dengan sayur dan daging mentah yang dimasukkan Mama. Kurcaci menari-nari, melompat kesana-kemari dalam panci sambil tertawa keraaaas sekali, seiring dengan tarian dan lompatan kaki kurcaci inilah daging tersebut menjadi lunak dan wangi sehingga menyehatkan bagi anak cantik.
"Hey...biru, jangan main air begitu nanti kena Mama." teriak si orange.
"Diam semua, suara apa itu? Hey, anak cantik bangun!"
Sontak si coklat dan biru melompat dari panci menuju kamar tidur.
"Oh...sudah ada ayah, kita lanjutkan saja menarinya." bisik keduanya.

Begitu terus setiap pagi kegiatan rutin ketujuh kurcaci, canda tawa riang selalu mewarnai hari-hari mereka. Mereka terus bernyanyi dan tersenyum bahkan saat anak cantik cemberut.
"Hey...cantik, janganlah menangis, teruslah bermain dan bergembira, belajarlah selalu dengan Ayah dan Mama agar kau pintar!" nasihat mereka pada anak cantik.

bing bing go...
bing bing go...
kami kurcaci yang baik hati, suka menyanyi, menghibur hati anak yang cantik
bing bing go...
bing bing go...
(inilah nyanyian ketujuh kurcaci ketika menemani anak cantik makan atau bermain)

Menimba Syukur


Kita memang terlalu mudah silau dengan keadaan sekitar, begitu pula mudah silau dengan kecemerlangan diri kita sendiri. Inilah salah satu pola hidup kita yang membuat warna pergaulan dunia ini menjadi sedemikian dinamis. Ketika kita masih berjuang menapak tangga keberhasilan, setiap desah nafas dan tetesan peluh kita rasakan demikian bermakna, kita bisa menghargai kerja keras kita dan menghayati setiap jengkal prosesnya demikian nikmat. Bahkan kadang terlupa oleh kita bahwa kenikmatan setiap tingkat keberhasilan itu juga ada hak orang lain untuk ikut merasakannya agar kita tetap di bumi dan tidak terus terbuai oleh birunya langit yang tiada batas.

"Lupa..." ah, itu mah biasa. Kalau "lupa diri..." itu juga biasa, lantas apa dong yang tidak biasa? Yang luar biasa adalah "Sadar diri", lupa apapun itu sekali atau dua kali dapat diwajarkan tapi kalau sampai tiga kali lebih, hm...kata Bung Rhoma Irama itu mah luar biasa. Baik, ada baiknya jika kita sulit menerima prinsip bahwa kita ini bukan siapa-siapa, kita ini adalah khalifah di bumi yang berkewajiban menciptakan surga di bumi ini, ingat-ingat sajalah saat kita masih di dasar tangga terbawah. Ibarat tangga itu terus menanjak kearah langit pastikan dalam mindset kita pada titik berapakah kita berangkat, camkan dan resapilah keadaan titik nol itu, terlepas apakah kita saat ini baru mulai mau menapak tangga pertama ataupun kita sudah beberapa ratus anak tangga diatas.

Jadikanlah titik nadir itu sebagai standard diri kita, Insyaallah dengan begitu kita akan selalu teringat seberapa sih sebenarnya derajad kita ini (untuk diri sendiri lho..ya, bukan untuk dibandingkan dengan orang lain). Standard itu akan selalu tercermin dalam perilaku dan pikiran kita dalam mengambil setiap keputusan sebelum kita mewujudkannya dalam perbuatan. Dan akhirnya setiap kita menapak satu tingkat lebih tinggi, wujud syukur itu selalu terlontar, kita akan selalu memposisikan diri kita saat di titik awal bukan pada titik saat ini. Jadi kita akan merasa semakin kasihan dengan diri kita yang semakin jauh tertinggal di bawah saat kita satu tingkat kembali naik ke atas, nah...rasa kasihan inilah yang akan kita wujudkan dalam menolong setiap orang yang membutuhkan dan rasa kasihan ini juga akan menjadi kendali pengekang kita untuk tidak riya dan takabur.

Apa yang mau disombongkan coba, toh...posisi diri kita juga ada di bawah sana, yang harus terus kita kasihani sendiri. Demikian pula kita akan mengeluarkan setiap apapun itu, baik materi, perkataan, perbuatan, keputusan dan lainnya berangkat dari keadaan kita yang asli dititik awal. Maksudnya seandainya satu saat kita jatuh terjerembab ke depan atau terjengkang kembali ke belakang rasa sakit itu tak bikin kita mati gaya sebelum saatnya datang.

Semoga bermanfaat dan menjadi renungan sendiri........

06 April, 2009

Mahligai di Ufuk Timur


Selesai sudah proyek 2 buku Trilogi Gadis Tangsi sekaligus selesai sudah peran seorang Teyi dalam novel budaya Jawa ini. Diluar pakem yang kuperkirakan, tak seperti Kuartet Pulau Buru-nya Pramoedya Ananta Tour, Trilogi Gadis Tangsi ini ditutup dengan happy ending. Satu orang tokoh pejuang nasional atau pejuang kemerdekaan lebih tepatnya kukira masuk pula dalam novel terakhir ini, memang Suparto Brata menyebut tokoh tersebut dengan nama berbeda namun kukira maksudnya tidak salah adalah Jenderal Ahmad Yani, mengingat settingnya di Purworejo; kalau tidak salah adalah tempat kelahiran sang jenderal pahlawan revolusi itu dan dalam novel ini tercatat berlatar masa pra kemerdekaan ketika beliau masih aktif di PETA.

"Mahligai di Ufuk Timur" judul ini begitu pas menggambarkan isi dari akhir buku trilogi ini. Cita-cita seorang Teyi yang telah berhasil menjadi Den Rara Teyi membangun kokohnya Kerajaan Raminem untuk mencari jodohnya, menemukan cintanya, melanjutkan pemikiran besarnya serta menepati janjinya bertemu Ndara Mas Kus Bandarkum di Istana Jayaningratan Surakarta. Kisah percintaan dalamhingar bingar rindu suasana pertemuan dan diskusi panjang mengungkap tuntas kebudayaan bangsa Jawa secara gamblang. Cerita ini berlatar tahun 1940-an ketika pendudukan bangsa Jepang dimana rakyat Jawa hidup dalam masa kekurangan sandang dan kemunduran budaya, diperparah lagi warisan Belanda yang tidak membekaskan gores pendidikan baca tulis sama sekali bagi rakyat kebanyakan. Budaya unggah-ungguh Keraton Surakarta yang begitu adiluhung pun mulai tersapu, oleh karena itu persatuan kedua insan ini dinyatakan sebagai perkawinan di awal zaman laksana terbitnya matahari di ufuk timur. Budaya Jawa yang harus diselamatkan kelestariannya dengan munculnya zaman modern, sehingga mau tidak mau harus segera bertindak memberikan pendidikan baca tulis pada generasi itu sebanyak-banyaknya demi lestarinya budaya adiluhung bangsa Jawa dan mempersiapkan diri menjadi bangsa Indonesia yang merdeka.

Roman "bumbu" cerita yang menceritakan pergaulan dan keadaan umum masyarakat desa jawa saat itu tetap begitu mengalir enak diikuti dalam buku terakhir ini. Menyenangkan juga ada novel yang akhirnya menghukum yang jahat dan mengangkat derajad yang benar seperti karya Suparto Brata ini. Tanpa mengurangi sisi intelektualitasnya, buku ini memang buku cerita murni yang begitu lugas apa adanya, tebal tapi ringan, ceritanya ringan tapi muatan moralnya begitu dalam. Pesan moral yang dilesakkan Suparto Brata dalam karya ini begitu sederhana, mudah dimengerti dan sangat luar biasa terutama bagi orang Jawa asli seperti saya.

Pesan moral yang saya tangkap "sopo nandur kebecikan, bakal ngunduh wohing pekerti." Teruslah berjuang, bekerja keraslah, ringan tanganlah terhadap sesama, hapuslah kata dendam dalam hati, belajarlah terus menuju tiap tingkatan kepintaran baru dalam hidup dan jangan lupa luaskan jejaring kebaikan....

01 April, 2009

"PANCASILA"


PANCASILA :
(1) Ketuhanan yang maha esa
(2) Kemanusiaan yang adil dan beradab
(3) Persatuan Indonesia
(4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
(5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

31 March, 2009

"Investasi" vs "Spekulasi"


Uang bukanlah segalanya, tetapi dengan uang kita bisa berbuat "sedikit" lebih banyak. Mimpi seorang Bill Gates telah menjadi nyata, (1) Dia telah menjadi orang terkaya no.1 di dunia, meski tahun 2008 lalu sempat melorot ke urutan 3 (2) Mimpinya untuk menyambungkan seluruh penduduk dunia melalui sebuah "kotak kecil" dimanapun tempatnya, asal tidak di Pulau Paskah saja. Seiring dengan meluncurnya "Dreams of Gates" ini pula saat ini perputaran uang dunia menjadi semakin cepat dan skalanya besar sekali, makanya ketika terjadi gejolak sedikit saja efek karambolnya bisa dirasakan juga oleh para petani sawah tadah hujan di desa kelahiran saya.

Uang saat ini bukan saja sebagai alat tukar barang atau jasa saja, tetapi juga merupakan komoditas yang diperdagangkan. Dagang uang...? Yah, inilah tanda zaman revolusi industri sudah tergantikan oleh terbitnya zaman informasi. Tidak percaya? Cobalah sekali waktu masuk detikfinance, bagaimana ributnya Bank Indonesia menggelontorkan cadangan devisa negara kita ini demi menjaga stabilnya nilai tukar Rupiah, tapi apa daya nilai devisa berapapun yang digelontorkan ke pasar seprti "menggarami" air laut saja, karena nilai uang yang berputar di pasar dunia jauh lebih besar (tahun 2006 saja nilai yang berputar di pasar forex dunia dalam satu hari mencapai 2 triliun USD). Hal ini menjadikan nilai uang sedemikian liquid dalam berfluktuasi per detik dan hebatnya menjadi peluang investasi trend masa kini, bisa jadi dalam kurun waktu jangka panjang ke depan.

Ada beberapa kelompok tipe individu terkait dengan sikapnya terhadap uang menurut saya :
1. Pekerja keras; ini sifat paling dasar manusia dan dijamin 100% kebenarannya. Ada kerja ada pemasukan, siapa lebih kuat dan pantang menyerah yang layak dapat lebih dibandingkan yang jatuh dan tak bangun lagi.
2. Safe player; golongan ini adalah pemegang teguh ilham "...hemat pangkal kaya...", apa yang telah didapat dengan jerih payah harus disimpan baik-baik untuk jaga-jaga dan kehidupan di hari tua.
3. Spekulan; dapatkan sebanyak dan secepat mungkin dengan cara apapun, entah usaha patungan dengan mimpi profit cepat, ikut-ikutan main saham tanpa tahu profil saham yang dibeli dan tingkat toleransi resikonya masuk dalam golongan ini.
4. Investor; beda tipis dengan tipe no.3, perbedaannya terletak pada manajemen psikologisnya dalam merencanakan dan mentoleransi resiko tiap instrumen investasi yang diambil sesuai karakter pribadinya.

Bekerja dan sisanya kita simpan, kalau ada yang tersisa lho ya...itu yang selalu ditanamkan dalam benak saya dari kecil. Tapi setelah takrasa-rasa kok ya sudah gak tepat yah ajaran mulia itu kita pegang sebagai kamus kehidupan, wong sudah direlain semaksimal mungkin segenap potensi tetap segitu pemasukan yang kita bawa pulang, sendainya kita bisa potong di depan pun untuk tabungan, apa iya nilai tabungan itu akan bertahan tetap segitu 10 atau mungkin 30 tahun ke depan? Ini terlepas dari kepuasan spiritual dan aktualisasi diri lho ya...Nah, sekarang bagaimana dengan tipe ke-3 dan ke-4? Yah, nyambung mimpi Bill Gates diatas, pencarian pemasukan tidak terbatas hanya pada ranah konvensional saja, di dunia maya pun saat ini sudah mulai bisa cetak pemasukan. Pinjam istilahnya Srimulat "tunjep poin" saja, banyak instrument investasi saat ini, mulai dari yang paling aman sampai yang paling volatil dan tentunya berbanding lurus dengan high return-nya.

High return..? Yes, tak diragukan lagi, tetapi ingat kenali dulu siapa diri kita, seberapa kuat diri kita dalam mentoleransi resikonya. Intinya biar kita tidak terjebak dalam kelompok spekulan, belajar dan belajar, terus motivasi diri dan kenali karakter diri dan karakter tipe investasi kita. Perlakukan nilai uang yang kita keluarkan dalam investasi tersebut sebagai aset bukan sebagai barang iseng-iseng berhadiah, tidak beda halnya dalam kita terus mengembangkan diri, mengasah kemampuan logika dan skill dalam menunjang kesuksesan pekerjaan kita. Charge terus variasi pengetahuan kita dalam berinvestasi sekali lagi sesuai dengan karakter kita sendiri "JANGAN IKUT-IKUTAN!!!". Berlakulah seserius dan sesemangat seperti kita waktu masih fresh graduated dan menerima gaji bulan pertama kita dalam bekerja, perlakukanlah aset investasi kita sebaik mungkin untuk hasil profit yang terus maksimal. Pengorbanan dalam kita belajar investasi, baik itu materi maupun psikologis tidak akan kalah besar dengan usaha kita di kerja nyata, terus dan teruslah...kumpulkan aset kita sehingga dapat bekerja bagi kita yang bijaksana (bukan serakah).

Seperti kehidupan, nilai investasi juga ada naik turunnya, karena kita "bermain" dalam bagian kecil dari sistem global. Warren Buffet bilang nilai investasi itu bagaikan lengkungan pundak kiri kemudian kepala dan pundak kanan anda! Jadi naik atau turun harus kita antisipasi sebaik mungkin dan yakinlah pada pilihan kita, jangan terpengaruh pada keadaan umum di luar atau teman kita, toh yang kita investasikan adalah aset kita sendiri. Pegang terus keputusan investasi kita selayaknya kita memegang teguh prinsip hidup kita, jangan ikuti aturan margin, pegang, terus amati, pelajari, dengarkan kemauan pasar dan antisipasi margin-nya dengan sebaik mungkin.

Seorang "spekulan" merasa mengendalikan pasar dan berharap pasar menuruti tujuan investasinya dan ketika pasar tidak mendengar kemauannya dengan berat hati dia menarik kembali nilai investastinya dengan maksud memperkecil potensi kerugian (tapi juga tetap rugi namanya). Investor adalah pendengar yang baik dalam memprediksi kemauan pasar, dan seandainya pendengarannya kali ini salah dia sudah mengantisipasinya diawal dan potensi kerugian hanya sebatas tetap menjadi "potensi kerugian" jika tidak dieksekusi.

Semoga dapat mencerahkan diri sendiri dalam terus belajar dan belajar.....

27 March, 2009

Seragam Karyawan TRANS TV


Cikal bakal kerajaan media Chaerul Tanjung ini memang fenomenal, sesuai dengan karakter sang empunya. Kemunculannya begitu elegan, gambar bening, program jelas , meskipun awalnya hanya daerah-daerah tertentu saja yang bisa menangkap siarannya, tapi optimisme untuk jadi yang "beda" bisa kita rasakan sebagai penonton yang cermat.

Program acara khas Trans TV seperti Fenomena, Satu jam bersama..., Insert, dsb, pada awal siarannya terbukti "beda", tidak mengekor dan hebatnya langsung sukses alias ditiru banyak stasiun TV lainnya. Masih ingat Pop Star, inilah ajang idol-idolan yang pertama kali di Indonesia, namun mengingat daerah blank spot siaran yang masih banyak akhirnya produk potensial ini dilepas. Dan terbukti memang sukses besar AFI-nya Indosiar, Indonesian Idol-nya RCTI, KDI-nya TPI dan idol-dolan pengekor lainnya.

Bukan ini yang ingin saya ungkap, itu hanya hasil nyata yang tidak bisa kita pungkiri (karya nyata sebuah kreativitas dan sekaligus orisinalitas). Unik, orisinil, ikhlas-kan toh jika ada yang mengekor, teruskan cetak kreativitas-kreativitas baru, itulah mungkin kata yang tepat untuk TRANS TV. Karya sudah jadi jaminan, yang lebih "unik" dari TRANS TV dan jadi identitas, kebanggaan sekaligus trend setter adalah seragam hitamnya. Konon sang Chaerul Tanjung pun selalu mengenakan seragam hitam dengan nama di dada dan bed bundar pada lengan baju kiri dan kanan. Kebanggaan ini sudah menjadi "darah" TRANS TV, dimanapun kita bertemu kru TRANS TV pasti memakai seragam ini, baik itu di lokasi acara, di Bus Transjakarta, Fly Over Cawang UKI ataupun tempat lainnya.

Malam ini digelar perhelatan Panasonis Award 2009 untuk insan kreatif media elektronik dan bukan aneh lagi semua kru TRANS TV yang hadir mengenakan seragam hitam kebanggan mereka. Ketika "Termehek-mehek" dinobatkan sebagai program acara reality show terfavorite, sontak tidak kurang dari 5 kru berseragam hitam itu melonjak kegirangann ikut celebration di panggung. Dan tidak salah Pak Chaerul Tanjung "menandai" televisinya dengan identitas ini dan saat ini kerajaan medianya sudah menjadi Trans Corps pasca diakuisisinya TV7 sekarang Trans 7 dari Kompas Group. Bukti kecil lagi ketika Wapres Jusuf Kalla memberi sambutan, menjelang akhir pidatonya menyebut "....TRANS TV yang begitu banyak hadir...", apalagi yang beliau lihat kalau bukan dari "seragam hitam" itu.

Ide dan keunikan memang selalu keluar dari buah orisinalitas, dalam hal ini adalah sosok Chaerul Tanjung, belum lagi Bank MEGA, Coffee Bean dan yang lainnya. Brand TRANS TV telah begitu menancap dalam benak pemirsanya, semangat karyawan sudah begitu meluap lewat karakter seragam hitamnya. So...teruslah kreatif, unik dan orisinal dalam mengibarkan "brand" kita, tetap semangat...!!!

25 March, 2009

Analogi "personal branding" Coca Cola

Selasa kemarin saya baca sebuah artikel menarik di forum internet yang mengisahkan perjalanan 3 kaleng coca cola. Kaleng pertama di kirim ke sebuah supermarket lokal dan disitu dijual Rp 4.000,-, kemudian kaleng kedua diterima sebuah Hypermarket besar dan dimasukkan dalam lemari pendingin dan dijual dengan harga Rp 8.000,- sedangkan kaleng ketiga diminta sebuah hotel bintang lima. Uniknya kaleng terakhir ini tidak dipajang ataupun disimpan dalam lemari pendingin tetapi tetap dalam kartonnya, kaleng ini baru diambil dan disajikan bila ada customer hotel tersebut meminta dan hebatnya lagi disajikan dengan gelas kristal lengkap dengan butir-butir es batu kecil dan pelayanan pramusajinya serta dalam bill tercetak Rp 60.000,-.

Satu pertanyaan dilontarkan sang penulis, apa yang membedakan ketiga kaleng coca cola tersebut sehingga mempunyai harga demikian variatif padahal pabrik, truk pengirim dan rasanya juga sama?
"Lingkungan menentukan harga anda, lingkungan berbicara tentang relationship, maka ubahlah lingkungan dimulai dari diri anda sendiri."
Demikian nukilan kalimat penutup diskusinya dalam forum tersebut. Terusik cerebellum salah satu kawan saya, "trus mananya yang lebih penting? Coca colanya atau lingkungannya?" disinilah letak kekuatan sebuah "differential marketing", kekuatan sebuah brand dan "experienced marketing" yang mulai memanaskan kompetisi dalam mencapai profit maksimal.

Menurut resensi otak sederhana saya, keduanya sama penting dan menentukan, tetapi inti kekuatannya adalah kemampuan adaptasinya atau kalau pinjam istilahnya Iim Fahima "personal branding"-nya. Dan satu hal yang perlu kita ingat bahwa kita tidak bisa menuntut lingkungan untuk berubah sesuai kesesuaian kita, makanya yang saya tangkap dari makna sederhana dari tulisan akhir "......lingkungan.......dimulai dari diri anda sendiri." ya diri kita ini sendiri kuncinya.

Analogi guru biologi saya dulu begini :
Genotipe + Lingkungan = Fenotipe
Nah, genotipe2 yang mampu terus belajar dan "memperunik diri"-lah yang akan dilestarikan lingkungan menjadi fenotipe yang unggul. Contoh sederhana dari guru saya dulu adalah Jerapah. Jerapah itu dulunya berleher pendek semua, berhubung tuntutan zaman pohon yang pendek sudah tidak ada maka alam pun hanya memperbolehkan jerapah yang mampu "memperunik" lehernya menjadi panjang-lah yang boleh terus hidup mengisi pohon evolusi selanjutnya. Tanpa memperdebatkan pro kontra antara Harun Yahya dengan Charles Darwin dan Lamarck.

Kembali ke coca cola tadi, intinya kalau mau meninggikan profit maka "unik"-lah, entah itu unik dalam menguatkan brand-nya atau unik dalam mendiferensiasikan varian ataupun niche target brand-nya. Contoh lain pernah khan kita minum "Aqua mahal" yang dikemas berbeda? Botolnya dari beling/sejenis gelas pecah yang bentuknya elegant permukaan botolnya kasar dan kalau minum juga pakai gelas kristal, berapa harganya? Terserah yang jualan khan? 20 ribu boleh, 45 ribu tetap dibeli bahkan mungkin 6,5 USD juga sah-sah saja....(saya gaktahu harganya, masalahnya belum pernah bayar sendiri)

Kalo Mbak Iim pernah menulis, tentukan orientasi "brand" kita. Apakah sangat yakin dengan kekuatan "personal brand" kita sehingga pada lingkungan apapun kita ingin singgah value-nya yakin pasti tinggi atau kita lesakkan keunikan "brand" kita secara lebih personal, jadi kekuatannya justru pada keeksklusifan "brand" kita yang dirasakan tidak sama pada tiap lingkungan yang kita singgahi dan itu kita ciptakan sebuuuanyak mungkin untuk mendapat nilai value profit sebuuuanyak mungkin juga.

Semoga sedikit banyak mencerahkan. Tiada tindakan yang lebih mulia selain indahnya berbagi keceriaan, kemuliaan dan kebahagiaan sesama; sebaik, sebanyak, sebesar, sekuat, sedalam, setinggi dan se-.....mungkin.

Totality Service Bank Mandiri


Pergi ke bank adalah salah satu kegiatan favorite, disatu sisi ketika kita ke bank pasti pundi-pundi account kita bertambah dan satu sisi lagi ngerasa senang saja membanding-bandingkan pelayanan masing-masing bank tersebut. Mulai dari ujung pintu, senyum sapa security-nya kemudian pelayanan customer servicenya, tingkat antriannya, suasana atau layout front service-nya, tellernya sampai tingkat kelengkapan jenis layanannya.

Satu pengalaman menarik saya adalah pelayanan security Bank Danamon kurun waktu awal tahun 2000-an, hm...very-very exellent kalau saya bilang. Namun ada sisi menariknya juga dalam waktu akhir-akhir ini, saya pribadi secara subjektif kok ngerasa kelebihan bank yang telah diakuisisi oleh Temasek Holding Company ini semakin luntur. Dulu kesan yang saya tangkap dari Bank Danamon adalah satpamnya yang ramah, pintar, cakap alias tahu semua layanan Bank Danamon saat ada nasabah celingak-celinguk, bahkan kepada customer tertentu yang sering datang atau selalu deposit rutin di cabang tertentu langsung disambut dan disebut namanya, inilah yang mengesankan. Dan lucunya lagi penampakan rata-rata nasabah yang dateng pasti pakai sendal jepit (kadang "selen" antara kaki kiri dan kanan tidak sama warnanya), kemudian mencangklong tas hitam dan uangnya yang bergepok-gepok itu selalu dibungkus plastik kresek hitam, HP-nya Nokia sejuta umat dan datangnya naik angkot. Justru yang penampilannya necis dijamin nilai depositnya tidak lebih dari 5 juta rupiah.

Kita cermati saat ini, perhatikan dan coba iseng bandingkan saja, bagi anda yang senang pergi ke bank seperti saya, kelebihan bank Singapura ini telah dibajak habis oleh bank "plat merah". Jika kita punya account di Bank Mandiri, BNI dan BRI dari yang KCP sampai KCU semua satpamnya ramah-ramah (seperti satpam Bank Danamon yang dulu). Memang hal ini bukan jadi parameter suatu bank, mungkin kita lebih mengutamakan jaringan atau coverage bank tersebut kemudian sejauh mana kemudahan aksesnya atau dengan kata lain penerapan IT dan sistem real time onlinenya. Bahkan sejak 2 tahun lalu ada beberapa bank tertentu yang di cabang-cabang tertentu (biasanya cabang utama) buka kasnya sampai jam 19.00 WIB atau ada juga yang menerapkan hari Sabtu tetap buka untuk melayani nasabah yang akan deposit atau transaksi di teller.

Kemajuan teknologi IT semakin meningkatkan kinerja suatu bank dalam melayani nasabahnya, tetapi pelayanan konvensional face to face dengan nasabahnya, kalau pinjam istilahnya begawan marketing Indonesia "Mars in Venus" bahwa bumi ini sudah panas, tingkat persaingan dalam menjaga retensi nasabah atau clientnya lebih dituntut sampai tingkat yang lebih dalam "touch the hearth your customer". Kesan dan pengalaman nasabah dalam merasa dirinya terlayani, merasa nyaman dan terucap dalam lisan hatinya "nah...yang model beginian yang kusuka..." tetap menjadi hal yang paling utama. "Power words of mouth" akan menjadi experienced marketing bagi nasabahnya untuk merekomendasikan ke calon-calon potensial nasabah berikutnya.

Satu contoh Bank Mandiri, beberapa kurun waktu lalu menerapkan kebijakan unik kalau kita berhadapan dengan teller-tellernya, disitu tertulis pemberitahuan "jika kasir kami tidak menyebut nama anda dan tidak tersenyum kepada anda, maka anda boleh meminta pin yang dikenakannya", memang pada waktu itu setiap teller mengenakan pin lucu yang bergambar smile. Meskipun kecil, dengan adanya pemberitahuan ini, setidaknya tiap kasir yang akan melayani nasabah Bank Mandiri tentunya akan dituntut untuk selalu menyapa nama nasabahnya dan tersenyum karena mungkin ada punishment tertentu yang akan dikenakan bila sampai pin-nya hari itu "hilang", sehingga kedepannya akan terbentuk suatu pola atau kebiasaan dalam tersenyum dan menyapa nasabahnya tersebut. Kemudian satu hari saya mampir ke Bank Mandiri, hanya untuk cetak transaksi di buku tabungan istri saya (saya bukan nasabah Bank Mandiri), setelah tercetak saya masih berdiri beberapa saat untuk mengecek hasil update print out tersebut, tiba-tiba ada Bapak satpam yang menyapa saya
"Selamat siang Pak, mohon maaf, ada yang bisa kami bantu?"
Kaget dan spontan saya menjawab "Oh, tidak terima kasih, saya sudah selesai kok." Bapak satpam itu menjawab lagi "O..baik terima kasih, mungkin jika Bapak berkenan mendapatkan layanan e-Tol Card, kami sedang ada launching di customer service gratis dan bisa langsung Bapak isi sesuai dengan nilai nominal yang Bapak inginkan."

Sederhana, lugas namun mengena, disamping menjalankan tugasnya sebagai satpam, dia juga sekaligus dibekali knowledge dan attitude yang smart dalam memasarkan produk tanpa terkesan memaksa. Bahkan ketika keluar pintu pun masih mendapatkan ucapan terima kasih dari satpam yang satunya lagi. Beginilah style pelayanan customer saat ini, tingkat kelengkapan dan aplikasi teknologi yang digunakan tetap harus diwakili oleh person-person yang smart dari segenap wakil "perusahaan" dalam hal ini sebuah bank. Semoga review singkat ini dapat menjadi inspirasi kita bersama dalam menyikapi kehidupan yang lebih kompleks dalam pergaulan dan tingkah laku kita sehari-hari, minimal menjadi renungan dalam bagi authornya.

Tersenyumlah...

11 March, 2009

Trilogi Gadis Tangsi "Kerajaan Raminem"


Tak sengaja saya beli buku ini, waktu itu mau pulang ke Bogor, sengaja mampir di tukang jual buku "lapak tepatnya" di bawah fly over Cawang UKI. Tak ada niat beli malahan sebenarnya, ya pengin lihat-lihat saja, bosen dengan buku manajemen dan motivasi yang selama ini selalu mengisi tas dan terbawa kemana-mana, eh..lha kok ada buku serial murah. Coba balik resensi di cover belakang ternyata bagian kedua dari trilogi gadis tangsi, pernah dengar sih sebelumnya tapi tak kenal itu siapa Suparto Brata, kalau ahlinya ...logi-logian ya Pramoedya Ananta Tour lah, atau yang baru ngepop dari ranah Belitong Andrea Hirata. Yah...itung-itung buang kejenuhan dengan referensi manajemen dan motivasi lah, ambil 2 buah Kerajaan Raminem dan Mahligai di Ufuk Timur, sayank memang tidak diawali dari seri pertama.

Rentang baca buku ini pun cukup lama untuk kelas buku cerita yang asyik, sebagai perbandingan saya lahap Sang Pemimpi-nya Andrea Hirata cukup 2 malam, lanjut dengan Edensor 3 hari, trus waiting list Maryamah Karpov dan begitu ada di tangan tak sampai 5 hari terlahap tanpa sisa. Memang belum langsung "tunjeb poin" awalnya dengan bentuk cerita, tokoh, alur, setting kota Sumatra dan misi penulis sendiri. Tapi begitu sampai pada halaman diatas 79, langsung tancap gas meneer, tutur ceritanya yang gemlundung apa adanya begitu enak diikuti dan diselingi dengan beberapa istilah Belanda jadi daya tarik tersendiri. Berikutnya adalah cara Suparto Brata sendiri dalam menghidangkan kehidupan begitu khas "Jowo Tengahan" guyon-gemuyonannya, clathu-clathuane, pisuh-pisuhan, ular-ular, sampai dalam hal kegiatan ranjang pun demikian khas "wong ndeso". Aku sebagai orang Jawa pun seperti terseret ke masa kecil dulu di kampung Mlowo Karangtalun dan Pojok, Purwodadi Grobogan sana, dimana kebudayaan dan pola pergaulan orang-orangnya ya sama persis seperti dalam buku ini.

Dimulai dari kegegeran Tangsi Belawan yang harus segera dikosongkan oleh para kumpeni berikut istri dan anak-anaknya, karena serangan Nippon sudah dekat. Sampai akhirnya terdampar di Tangsi Lawe Sagala-gala dan balik lagi ke Tangsi Kabanjahe, pertengkaran dan pertikaian perempuan jawa bodho yang sangat kental disuguhkan dengan apik,diselingi juga dengan gugon tuhon dan kisah filosofis pewayangan. Sampai akhirnya kehidupan para pelaku yang semakin melarat karena Nippon benar-benar berkuasa. Uang Belanda menjadi tidak laku lagi di Medan, masing-masing pun harus mengenakan identitas tulisan huruf kanji yang tidak boleh lepas dari badan agar aman ketika diverifikasi oleh tentara bertubuh kate itu.

Tokoh utama dalam sekuel Kerajaan Raminem adalah Raminem sendiri dan kedua anak perempuannya; Teyi yang cerdik, cantik dan pekerja keras serta adiknya Tumpi yang masih polos. Keinginan ketiganya untuk pulang ke tanah kelahirannya di Ngombol, Purworejo, Kedu Selatan, Tanah Jawa Dwipa akhirnya terlaksana dengan bantuan Manguntaruh (adik Wongsodirjo, sekaligus pembunuh Wongsodirjo, karena gandrung dengan Raminem). Dengan kerja keras dan keuletan tiga tokoh utama ini akhirnya "Kerajaan Raminem" itu berdiri kokoh di Desa Ngombol, kemaslahatan warga Ngombol juga ikut terangkat dengan berdirinya kerajaan ini.

Penokohan dan alur cerita sastra Jawa yang kental di buku ini tak sedikitpun mengurangi muatan filosofis dan pesan moral yang diusung Suparto Brata. Kehidupan memang keras, orang mau mukti tidak bisa dicapai dengan ongkang-ongkang sikil trus mak gedabruss gludak langsung mukti, sopo nandur kebecikan yo bakal ngunduh kamukten (siapa menanam kebaikan maka beitu pula akan menuai kebahagiaan). Kepahitan memang jadi daya lecut untuk lebih cepat bergerak tanpa niat menghalalkan segala cara apalagi sampai gawe cacating liyan. Teyi pun masih bisa menyisihkan rizkinya pada Pakde, Mbokde dan Lik Sumi tanpa roso eman saat masih njejegke cagak "Kerajaan Raminem". Sastra dan nilai adiluhung Kejawen terangkat tinggi dalam novel ini, gak peduli dia Islam, Abangan atau gak nggenah padane pun akan dapat pangestunipun Gusti Allah jika niatnya tulus, baik lan ora gawe sengsarane liyan.

"Ketidakadilan itu hanya milik Tuhan" inilah ucapan Teyi yang melekat di hati saya. Kita hidup cenderung melihat dari sisi gelapnya, "alah...paling-paling dapat warisan, pelihara Tuyul kali", itulah jamak lumrahnya komentar, setiap kesuksesan selalu dilihat dari sisi paling sederhana dari sudut pandang instant. Cobalah lihat lebih dalam, pasti prosesnya tidak segampang membalik telapak tangan dan dalam perjalanannya pasti ada saja riak-riak kecil cobaan, kebingungan, sinisme sesama, iri dengki atau srengki kata orang Jawa dan pelajaran-pelajaran yang terus bisa digunakan sebagai batu pijakan yang lebih kokoh. Disitulah kemuliaan manusia teruji dan terseleksi, apakah dia bibit unggul yang bisa terus dilestarikan zaman ataukah mung pah-poh "pupuk bawang" thok yang akan terlahap zaman. Satu analogi sederhana Teyi begini, kita lihat Gunung Merbabu dari Salatiga pasti orang Salatiga akan bilang Gunung Merbabu ada di sebelah Selatan. Sedangkan orang Magelang bilang ada di sisi Timur dan orang Kaliurang Yogyakarta akan bilang Gunung Merbabu ada di sisi utara. Coba kalau kita orang Klaten memaksa orang Salatiga untuk menerima nalar bahwa Gunung Merbabu iku ning sisih Kulon (di sebelah Barat), opo rak yo bubrah tatanane (apa ya nggak rusak kehidupan pergaulan masyarakatnya. Itulah kehidupan, kepenak ora kepenak tergantung dari mana kita memandang, menyikapi dan mensyukurinya. Jangan mengeluh dan merasa tidak dipedulikan oleh Tuhan sebelum anda benar-benar lumpuh tak berdaya menjentikkan jari.

Terima kasih Pak Suparto Brata atas karya emasnya, lanjut pada cita-cita Teyi berikutnya dalam mencari pegangan hidup (cinta sejatinya ke Kasunanan Kartosuro) pada sekuel ketiga "Mahligai di Ufuk Timur". Semoga bermanfaat dan njunjung dhuwur (mengangkat tinggi) nilai-nilai luhur nan adiluhung filosofis ajaran dan sastra Jowo.

10 March, 2009

7th Saturday Flashback & Review

Lama juga tak nulis kembali, meski isi otak kadang terceruat-ceruat beberapa kali. Kebiasaan ini memang harus digali dan diasah terus, meski tanpa comment dan koreksi minimal bisa mencurahkan ide, kuras kerak-kerak otak biar gak mampet dan jadi migrain.

Sabtu lalu waktu ada tugas kantor buat exhibition di Borobudur Hotel, mulai jam 7 pagi ada beberapa kejadian tidak biasa bagiku. Pertama, lengangnya Jagorawi yang tidak pernah terjadi kalau urban Jakarta berangkat kerja, kemudian harian KOMPAS yang belum ada di lapak koran Uki padahal sudah jam 6.35 WIB. Jam 6.50 WIB sampai di lobby belakang Borobudur, tempat yang biasanya dipakai exhibition ternyata sudah dibooking untuk wedding party.

Kegiatan setelahnya seperti biasanya, tata-tata stand, nyambut tamu peserta simposium dan yang lain-lain. Ada suatu kejadian janggal siangnya, gak aneh sih, cuman sempat menggelitik otak saja dan jadi bahan diskusi dengan teman seboncengan motor waktu cari makan siang. Sabtu yang panas itu, cukup padat juga lalu lintas perempatan Senen. Nah, waktu diujung garis polisi traffic light ada sebuah Mercedes Benz E Series warna Black Mica berhias pita dan bunga belok ke arah kanan dari sisi depan. Apa isinya, ya pasti pasangan pengantin baru lah, cuman yang terasa sedikit mengganjal pikiran saya, dalam mobil itu ada empat orang, satu driver laki-laki kemudian di sebelah driver ada seorang laki-laki juga mungkin usianya kisaran 53 tahunan lah. Nah, ini yang istimewa, di belakang sebelah kanan si mempelai pengantin wanita sedang tidur dengan cueknya (masih lengkap mengenakan busana kemegahan pengantin, gak tahu mau mulai atau sudah selesai) sedangkan di sebelah kiri belakang si mempelai cowoknya sedang asyik "nduduli" keypad Blackberry-nya (serius sekali mimik mukanya).

Lha...terus apanya yang aneh? Ya itunya itu lah, bagi saya kok kurang wajar yah, suasana gegap gempita kegembiraan pernikahan yang dirayakan dengan hiasan, sewa gedung/hotel (saat itu juga sorenya di Hotel Borobudur juga ada perayaan wedding party megah, super megah malah, puluhan ucapan dan bunga sudah ada di depan lobby hotel siangnya, ada dari restoran fast food, dari beberapa bank swasta, perusahaan makanan ringan yang mencerminkan bahwa yang jadi pengantin ini "bukan orang sembarangan", desainer gaun pengantinnya aja Ivan Gunawan coba), pake mobil super lux, eh...la kok pengantinnya sendiri kusut masut, posak pasai ora nggenah praupane. Njur zamane iki jenenge zaman opo coba? Kata temen saya yang sudah nikah siang itu, wong nikah itu sing penting rak yo sah secara agama dan secara legal, yang satunya lagi gak mau kalah, ya ndak bisa, yang penting itu ya sah ya megah ya besaaar.

He..he..saya kok ngerasa gimana gitu, antara setuju membayangkan kemegahan dan nilai historis atau kenangan nostalgianya dan juga antara gamang ya apa tidak lebih mulia kalau uang segitu buaanyaknya berputar itu kita gunakan angkat peri kehidupan umat manusia dalam arti yang lebih luas. Toh...habis jadi pengantin di dalam mobil malah jothakan karepe dhewe ora nggenah kayak yang di perempatan tadi, njur apa yang dicari? Dimana letak kemaslahatannya? Di level pamer unjuk kekayaan, meningkatkan prestise keluarga dan melanggengkan status quo materi di mata rekanan dan jejaring bisnis.

Ya wis lah, wong hidup cuma satu kali ae kok mas (kalau memang satu kali beneran lho ya..., aslinya saya nggak tahu, baca saja bukunya Achmad Chodjim; Membangun Surga). Bisakanlah dalam waktu sesering mungkin kita ini bermanfaat bagi orang lain, dikenang atau ndak bukan urusan kita sebagai lakon hidup, genapkanlah bahan bangunan evolusi peradaban manusia ini dengan baik atau minimal saja tidak membuat orang lain bersedih atau sengsara karena ulah kita atau sama artinya tidak merontokkan bangunan evolusi peradaban yang telah bergerak maju ke arah yang baik.

Setuju...???

07 March, 2009

Merpati; si Kaki Merah

Dahulu kala pada zaman thuk thek thuk deng semua jenis unggas (atau gampangnya yang punya bulu dan sayap) bisa terbang. Jadi si ayam jago yang gagah, entok yang megal-megol ataupun angsa si leher panjang yang selalu melengking-lengkingkan suaranya sekarang itu juga bisa terbang dulunya. Malah pada suatu hari, karena habis mandi di sebuah sendang/telaga yang jernih airnya si ayam jago yang ganteng itu dengan begitu gagahnya memamerkan tubuhnya yang kekar dan bulu-bulunya yang indah mengkilat hitam kebiru-biruan dan diselingi warna merah serta jingga itu berputar-putar diangkasa.

Siang itu memang begitu terik, jadi makin berkilaulah keelokan karunia Tuhan yang terpampang dalam warna bulu ayam jago. Berkoar-koar di angkasa, berteriak pada semua isi alam, pada sekelompok awan putih, pada angin siang yang lembut, pada semua pucuk-pucuk pohon yang melambai-lambai riang dibelai sinar mentari. Tak berapa lama, lewatlah beberapa ekor burung kutilang yang suka bersiul-siul itu. "Hai..kutilang kecil, lihat nih keelokan bulu tubuhku dan rentangan kedua sayapku. Pantas khan jika aku menjadi raja dari segala jenis burung yang ada di muka bumi ini?" teriak si Jago. "Hi..hi..hi..suit-suit" hanya itu seloroh 7 ekor Kutilang yang sedang mencari semut di puncak dahan dan lalu meluncur cepat diantara dahan-dahan yang lebat.

Karena belum mendapat pengakuan dari Kutilang, turunlah si Jago ke atap rumah Pak Sabar, seorang petani yang rajin mengerjakan ladang dan sawahnya serta memelihara banyak sekali ayam maupun burung merpati.
"Hai, merpati, bagaimana kalo aku menetapkan diri sebagai raja dari segala jenis burung?" hardik si Jago pada belasan ekor merpati yang tengah makan jagung di halaman.
"Siapapun berhak menjadi raja, yang penting bisa mempergunakan semua kelebihan dan kekuatannya untuk melindungi umat yang diwakilinya selaku seorang raja." jawab sang merpati.
"Sudahlah, tak usah berpidato segala, terangnya setuju tidak kalian jika aku jadi raja burung?"
Hanya senyuman kecil yang tampak begitu sehati tersungging dari beberapa ekor merpati cantik itu. Si Jago yang sedang jumawa dan butuh pengakuan status jadi merasa dilecehkan, tanpa cang cing cong, dihajarlah belasan ekor burung merpati yang lemah itu, kemanapun mereka berusaha lari ataupun terbang selalu tertangkap satu per satu. Melihat kekuatan yang tidak seimbang ini, beberapa burung lain seperti prenjak, bethet, jalak, emprit, bahkan entok dan bebek pun hanya bisa memelas kasihan tanpa berani membela sang merpati.

Darah terhambur ke seluruh halaman, si Jago semakin beringas dan menampakkan kejumawaannya. Tiba-tiba thung thung cling cling mak jleng, langit berubah menjadi gelap, petir menyambar-nyambar, suasana yang semula terik terang benderang menjadi angin ribut nan mencekam. Semua burung bersembunyi di emperan rumah Pak Sabar dan mak dhueerrrr, sebuah bola api meledak di halaman dan berubah menjadi sosok resi yang memakai jubah panjang berwarna putih bersih. Janggutnya panjang sampai atas pusar, wajahnya teduh tapi tergurat sebuah kedamaian dan ketegasan, kakinya tak nampak karena jubahnya memanjang menyapu tanah, tangan kirinya melingkar di perut dan sebuah tasbih kecil tergantung di tangan kanannya. Semua tercekat, tak ada yang berani bersuara, bahkan berdeham pun seperti terkunci.
"Jago, apa yang telah kamu lakukan?" suara resi yang berat dan dalam membuat semua yang mendengar jadi terhanyut.
"Ek...e..anu, saya hanya main-main." si Jago ketakutan bukan kepalang.
"Jago, semua anugerah Tuhan yang dititipkan pada dirimu saat ini hanya bisa mendatangkan bencana bagi umat yang lain, tidak ada lagi keindahan diri dan kemuliaan hidup yang bisa kamu hadirkan dari anugerah itu, maka lebih baik dicabut saja semua kelebihan itu sebelum jatuh korban yang lebih banyak lagi." titah resi dengan tenang.
"Tapi...tapi...." Jago geragapan tidak tahu maksud arahnya.

Sang resi berjalan mendekati dan mengambil merpati yang telah lemah satu per satu, diusap semua darah yang keluar dengan kedua tangannya dan diusap-usapkan ke kaki masing-masing merpati tersebut. Aneh bin ajaib setelah semua darah tersebut diusapkan ke kaki sang merpati, tiba-tiba kesemua merpati tersebut dapat sehat dan terbang kembali. Setelah semua merpati sehat kembali, mendadak langit kembali cerah dan mentari menampakkan teriknya. Resi kemudian bersabda :
"Mulai hari ini semua jenis ayam tidak boleh terbang tinggi lagi ke angkasa, setinggi-tingginya lompatan jago tidak lebih dari kemampuan terbang merpati."
Sabda pandita ratu, apa yang telah terucap tak dapat ditarik kembali, makanya kita tahu saat ini ayam jago paling bisa terbang hanya sampai 2 atau 3 meter dan akibat leleran darah di kaki merpati tersebut sampai sekarang pun kaki merpati selalu berwarna merah entah dari spesies apapun.

Semoga ada hikmahnya, amien...

Dahulukan yang Penting, Pentingkan yang Genting

"Ini lagi, yang ini belum juga selesai sudah tambah lagi yang baru, jan karepe dhewe kok iki." ini sekelumit kegusaranku suatu hari. Tuntutan, tugas ataupun masalah rasanya selalu datang bertubi-tubi, gak peduli apakah kita saat itu sedang capek ataupun sedang senggang. Orang kebanyakan bilang, manajemen waktu Gus, manajemen diri, manajemen resiko, wis pokoke intine disitulah kebijaksanaan dan kematangan diri seseorang sedang diuji. "Iya sih iya, tapi opo yo, gak boleh santai dikit hidup ini Bung?" begitu hatiku menggerutu. "Nguantuk e...Bung, cuapek bener ini fikiran, hati dan jiwa raga" hati kiri berbicara. "Ya...kalo gak mau mikir, wis sana mati aja." si hati kanan menjawab singkat nan ketus.

Inilah keadaan standard yang selalu kita keluhkan sebagai manusia modern, tekanan selalu terangkat di permukaan, waktu serasa terus membuntuti dan serasa kuraaaang terus 24 jam dalam sehari itu. Dimana letak kesalahannya? Kecenderungan setiap individu pasti cari enaknya, hidup santai, tanpa di grusa-grusu, tapi profit tetap maksimal. Lha...ya mana ada yang model beginian? Lha..kok enak bener kemauan hati anda Bung.

Susunlah semua segala yang menghimpit dan serasa mengejar-ngejar diri itu dlam satu daftar, pilahlah sesuai dengan tingkat kegentingannya dan bayangkan kepahitannya jika satu per satu urutan daftar itu tidak segera kita lakukan. Posisikan diri ini selalu dalam keadaan "kepepet", tanpa memposisikan diri sebagai individu yang selalu tampak serius dan muka berlipat-lipat. Coba ingatlah satu atau beberapa kejadian yang sudah lewat, ketika kita dikejar deadline, pokoknya dalam underpressure lah, pasti segala kemampuan yang ada dalam diri kita akan kita peras sedemikian rupa, semua potensi kecakapan diri dan pikiran akan keluar dengan sedemikian rupa kalau perlu waktu istirahat kita korbankan dan sim salabim, anehnya kelar tuh kerjaan atau proyeknya.

Nah...cobalah, kondisi ini selalu kita hadirkan dalam setiap saat langkah kita. Gali, hadirkan dan maksimalkan segenap potensi diri yang ada dan yang jauh lebih penting lagi jagalah keadaan itu selalu konstan. Istilah mudahnya posisikan gigi semangat dan potensi diri anda dalam persneling 4 keatas, pasti halangan ataupun keiningan untuk berleha-leha sebagaimana sifat dasar manusia pada umumnya itu akan tergilas dengan mantap.

Kesimpulan singkatnya, bayangkanlah kepahitan atau akibat buruknya. Buatlah daftar permasalahannya dan LAKUKAN SAAT INI JUGA! Dahulukan yang penting dan pentingkan yang genting, sukses untuk kita semua. Amien...

05 March, 2009

Refleksi Hari Ini....

Mas, jalanilah jatah peran hidupmu apa adanya, sepenuhnya, tanpa beban yang kau buat-buat sendiri. Ringankanlah hatimu Mas, jangan kau buat berat hidup ini. Nikmatilah keadaanmu saat ini, hiasilah relung hatimu dan setiap gerak langkahmu dengan senyum dan gumam syukur. Selamilah segenap jiwa yang menyayangimu, limpahkanlah perhatian dan cintamu tuk istrimu yang cantik dan anakmu yang pintar. Cukupkanlah waktumu tuk kemuliaan kedua orang tuamu Mas.

Hm...ketidakpuasan memang tanpa batas, resah hati selalu menggelayuti keinginan, putarlah haluan kapal hatimu Mas, SEKARANG JUGA! Hati yang tanpa arah memang tidak enak rasanya, tiap tindakan yang terasa hanya angin lalu (penghabis waktu, pengikis kemuliaan usia). Ucapan dan tulisan terkesan berat tapi tanpa arah dan arti, malah sebenarnya untuk menutupi apa yang terasa oleh kata hati. Mas, jangan kau sia-siakan paruh perjalanan hidupmu yang telah tercapai sampai detik ini, jangan kecewakan hati kedua orang tuamu, jangan kau nistakan kepercayaan istrimu yang cantik dan keceriaan tawa lucu anakmu yang pintar.

Sadarlah...jangan bengong lagi, segera cari kembali pegangan hatimu, murnikan fikiranmu, mantapkan langkahmu, gapailah kemuliaan hidupmu, angkatlah kebahagiaan anak dan istrimu serta kebanggaan bapak dan ibumu yang telah berjuang "membesarkanmu". Refleksi diri ini kutulis saat hati terpuruk pada satu kondisi stagnan yang terbawah, tidak ada lagi yang lebih buruk, insyafkan hati, sucikan fikiran, fokuskan tujuan, pandang lurus ke depan, kembangkan sayap dan kepakkan sekuat dan terbanglah setinggi yang kau mampu.

Jika memang habitat ini terasa membebani langkah dan hatimu, BERGERAKLAH. Tempatkanlah hatimu dengan mantap, sesuaikan posisi dudukmu, tempakan segenap potensimu. Jika semua itu tidak terejawantahkan sekarang, jangan tunda berarti posisi dudukmu sudah tidak tepat lagi, ayolah...waktu terus berjalan, sempurnakan segera kebulatan hati dan kekuatan tangan kakimu. Songsong hari esok dengan lebih yakin, SAYA PASTI BISA, NIAT SAYA SUDAH SEMPURNA, LENGKAPKANLAH DENGAN TINDAKAN DAN HASIL YANG MUTLAK MENUJU TINGKAT YANG SEMPURNA. Amien !!!

04 March, 2009

Semar mbangun Kayangan

Kehidupan ini bagaikan panggung sandiwara, demikian kata penyanyi Achmad Albar atau Alm. Nike Ardilla. Beberapa hari yang lalu ketika berangkat kerja naik bus Bogor - UKI kulihat seorang Bapak membaca artikel di Koran KOMPAS "Ki Enthus, Teruslah Berkreasi" ; demikian kurang lebih inti judulnya. Nah...lho, apa hubungannya dengan panggung sandiwara ataupun judul diatas?

He..he..saya jadi teringat masa kecil dulu, waktu masih duduk di bangku SD, yah...antara kelas 5 atau 6 lah di kampung Grobogan, Jawa Tengah sana. Hampir tiap malam setelah selesai belajar wajib (jam 7 - 8 malam, kecuali malam minggu), saya selalu terlibat diskusi semi guyonan kampung dengan kakek (ayahnya ibu saya, sekarang sudah almarhum). Kami sering adu argumentasi mempertahankan pendapat masing-masing, maklum dibesarkan dalam generasi yang berbeda jauh, kakek saya pernah mengalami masa penjajahan Belanda, Jepang, era Bung Karno sampai Pak Harto. Sementara saya dari ceprot sampai SMP sudah menghirup Penataran P4-nya Orde Baru, pokoknya pahlawan pembangunan Indonesia adalah Jenderal Soeharto.

Trus...kapan mbangun kahyangannya Mas? Sabar, begini ceritanya, diantara perbedaan prinsip antara kami berdua tersebut (detailnya dalam posting terpisah aja yah...) ada satu hobby kami yang sama yaitu mendengarkan siaran wayang kulit dari RRI Semarang dan kadang siaran langsung wayang kulit di Indosiar atau TVRI. "Gus..(begitu biasanya Mbah Kakungku memanggil), siapa tokoh dalam pewayangan yang paling kamu idolakan?" "Ya...jelas Arjuna lah mbah" jawabku singkat. "Kenapa Janoko?" tanya kakekku lagi mengetes kemampuanku dalam mengerti karakter tokoh pewayangan. Maaf, kakekku tidak pernah menyebut Arjuna. "Ya...Arjuna khan tokoh Pandawa yang paling sakti, baik hati, selalu menang sayembara, selalu diidolakan putri raja, wis pokokke jos gandhos lah mbah!" semangat dan berapi-api aku menerangkannya.

Pembicaraan sampai disini, karena di TV lagi ada session dagelannya Ponokawan (Semar, Petruk, Bagong dan Gareng); selain grup ini sebenarnya masih ada satu grup dagelan satu lagi dalam pentas pewayangan yaitu Limbuk & Cangik. Setelah dagelan selesai dan mata mulai ngantuk, karena sudah lewat jam 2 dini hari, melihat tingkahku yang sudah kurang berminat dengan jalan cerita lakon wayang di TV itu, mulailah kakekku berpesan. "Le cah bagus, wayang itu ibarat cerita kehidupan. Setiap lakon yang dipentaskan itu hanyalah beberapa fragmen dari sekian banyak kompleksitas kehidupan manusia di dunia selain biar ceritanya ada daya tarik dan tuntas dalam satu malam suntuk pementasan. Di dalamnya ada tokoh-tokoh yang mewakili sisi kebaikan dan kejahatan, sisi kiri dan sisi kanan, kehinaan dan kehormatan, cara putih dan cara hitam, perjuangan hidup, kelahiran dan kematian, ketidakadilan, kemulian, dsb. Nah...sama dengan kehidupan manusia seperti kita, semua tokoh wayang juga punya keinginan keduniawian atau hawa nafsu, bahkan tingkat dewa pun di wayang dipentaskan dalam beraneka macam sifat. Ada satu tokoh yang mungkin tidak ada dalam fikiran mudamu, SEMAR !!! Ayo kita dengar besok malam di RRI ceritanya. Sudah sana tidur dulu." demikian cerita kakekku malam minggu itu.

Singkat cerita esok malamnya ada lakon "SEMAR mbangun Kayangan di RRI". Inti cerita yang kutangkap dalam fikiran kecilku saat itu, heh...ternyata ada orang sakti super sakti, orang alim, dewa diatas dewa yang mewujud ke bumi menjelma manusia biasa yang ingin dunia ini damai kerta raharja, tapi tanpa keinginan untuk dipuja namanya, diagungkan kebijaksanaannya, dibesarkan karyanya, atau dengan kata lain berperan dibelakang layar saja. Siapa dia : SEMAR !!!

SEMAR, yang kutahu, bahkan secara besarnya sampai sekarang adalah tokoh yang lucu, pelayan sekaligus guru sekaligus resi sekaligus tempat curhat sekaligus apa aja bisa bagi Sang Arjuna. Ternyata dalam lakon tersebut ketika SEMAR menjelma menjadi dewa bahkan Dewa Narada pun takluk pada kesaktiannya, ketika mungkin jika mau menjelma jadi Arjuna part 2 pun Arjuna yang asli pasti lewat lah. Tapi SEMAR bukan dimainkan sang dalang untuk karakter itu, SEMAR dihadirkan dalam bentuk super segala super ketika kehidupan dunia pewayangan sudah demikian chaos, rusak oleh tingkah polah jalmo menungso yang kurang beradab.

Kayangan atau surga harus dibangun dari dalam diri dan hati masing-masing umat manusia. Kayangan tidak bisa dicapai oleh hanya segelintir orang yang mengaku resi, mematuhi segala peraturan ataupun ritual tertentu sesuai keyakinannya atau kelompoknya tanpa berinterkasi dengan sesama. Kayangan harus kita ciptakan, tidak peduli dalam porsi peran apa kita diciptakan oleh "sang dalang kehidupan", kahyangan akan tercipta jika kita mau berkontribusi. Tidak ada salahnya kita menyenangkan diri sendiri, memperjuangkan kelayakan hidup orang-orang yang kita cintai, tapi kenikmatan itu ada margin optimumnya dan ada juga titik baliknya (yakinlah itu). Tiada yang lebih indah selain berbagi, berbagi tak akan mengurangi kenikmatan hidup kita, berbagi menyebarkan aura positif kehidupan, kelimpahan di tengah kekurangan hanya akan diisi kecurigaan dan iri dengki yang menyebarkan aura negatif yang semakin menjauhkan hadirnya kayangan.

Adakah sang SEMAR modern atau SEMAR millenium? Itu tidak penting, marilah kita bangun kayangan dalam hati, dalam tindakan, dalam pergaulan dan dalam tiap inchi langkah kita di dunia ini. Semoga kahyangan itu lekas hadir, minimal untuk diri kita syukur esok untuk sebgaian kecil keluarga kita dan esok lagi untuk segenap tetangga kita dan suatu saat kelak untuk segenap kehidupan dunia. Pertanyaannya : akankah ada kayangan session 1, session 2 dan seterusnya?

28 February, 2009

Tuangkan dalam Hal Positif; Curhatlah...

Kesal, gondok, sebel, marah, gak habis mengerti, apaaaa...lagi ini? Itulah rasa yang kadang dalam saat-saat tertentu kita alami. Memang ini suatu hal yang reaktif tapi manusiawi bukan...? Resapilah sendiri ketika keadaan sudah kendor, syaraf sudah tidak tegang, perut tidak dalam keadaan lapar, yakinlah bahwa rasa tidak terima sama perlakuan orang lain sedikit apapun juga pasti karena kontribusi kesalahan kita dan secara tidak langsung ataupun langsung demi kebaikan kita juga.

Curhat...itulah yang kita inginkan sesaat ketika sedang kesal, dengan harapan bisa mengurangi ketegangan syaraf kita dan juga berharap menstimulasi kesenangan hati yang mungkin akan muncul dari pihak eksternal (baca : lawan curhat). Tapi tidak semua orang bisa berlaku begini, mau menceritakan kekesalannya sama orang lain dan kesalahan atau "aib" nya diketahui orang lain, dan juga kadang malah bikin salah terima dari pihak ekstern tersebut jika terjadi kesalahan komunikasi di awalnya. Tapi gak bisa dibohongi dan ditutupi, setegar apapun profil orang tersebut "curhat" adalah kebutuhan batiniah yang tak terbantahkan jika terjepit hatinya.

Nah...apa solusi yang universal untuk keadaan ini? Cobalah untuk menulis...kawan!!! Curhatlah pada seseorang (sesuatu mungkin lebih tepatnya) yang bisa menerima keluh kesah kita, tanpa efek salah paham, tanpa resiko salah mengutarakan maksud cerita dan yang jelas tujuan kita untuk mengurangi beban di kepala kita tersalurkan. Sedikit atau banyak itu mah...relatif, toh namanya juga efek dari sisi reaktif perasaan manusiawi kita, esok pun juga akan hilang dengan sendirinya seiring dengan perjalanan waktu, masalahnya ini khan hanya bagaimana membuang cookies saja bukan membuang memory yang memerlukan reset secara keseluruhan. Emosi lebih dangkal dari luka hati...yang bisa tersimpan dalam bentuk dendam jika lawan kekesalan kita tak ada permintaan maaf atau yang lebih dalam lagi sesuai dengan kemauan hati kita.

Curhatlah...apapun bentuknya dalam konteks tulisan, atau mungkin yang lebih hebat lagi bisa bikin puisi curahan hati atau cerita-cerita pendek yang lucu. Gak ada maksud profit toh...bisa buat kita review ulang bagi evaluasi dan kesejukan hati kita di lain hari kelak. Syukur suatu saat nanti bisa menggali bakat terpendam seorang penulis humanis yang telah lama bertapa, bisa mencerahkan pemikiran banyak orang dan mengisi labirin evolusi peradaban manusia.

Masih pusing? Curhatkanlah...dalam hal yang lebih baik.

25 February, 2009

Ketekunan; Obat untuk Orang yang Inkonsisten

Ada pepatah lama bilang "Orang pintar masih kalah sama orang yang tekun." Sebenarnya seberapa jauh sih kekuatan dari ketekunan ini. Ketekunan terbentuk dari kata dasar "tekun" (baca : hajar terus, benar atau salah yang penting sekarang maju terus). Kondisi ini memang amat kita butuhkan jika kita sedang gundah, sedang bingung apakah yang kita lakukan ini benar yah..? Apa metode yang harus kita tempuh, seberapa akurat dan efisienkah hasilnya, yang akhirnya menimbang-nimbang terus tak jua melangkah, malah akhirnya beralih ke sesuatu tindakan pelarian yang jauh dari profitable. Apa ya nggak lebih baik, ambil tindakan sekarang, peduli amat sama pandangan orang "..itu khan sudah banyak yang melakukan.., susah itu, hasilnya dikit, gak efektif dan tetek bengek yang lainnya lagi." So...take action now dan tekunilah...!!!

Kita memang manusia yang cenderung cari enaknya, cenderung berleha-leha, sekarang dapat motivasi Pak Andrie Wongso (Yes, Luar Biasa, Bisa, Bisa, Bisa) tapi begitu keluar ruangan 1 jam kemudian menguaplah semua itu semangat bak kobar api "Mrapen Abadi" terendam luapan Waduk Kedungombo. Ibarat masuk telinga kiri sekejap kemudian keluarlah dari telinga kanan. Ketika sudah mencoba dalam proses menggapai tujuan pun masih banyak kendala dan godaannya, cenderung untuk berleha-leha kembali. Nah...disinilah gunanya sebuah ketekunan, hajar terus, soal hasilnya ntar lah, yang penting tempuh terus prosesnya. Proses evaluasi dapat kita lakukan dalam proses perjalanannya, sehingga menjadi tambahan khasanah pengalaman kita, semakin mematangkan diri demi tercapai cita-cita mulia kita dengan percepatan yang lebih mendekat.

Ayolah..coba terapkan satu kata "ketekunan" ini, pokoknya lakukan dan lakukan, tempuhlah prosesnya setelah cita-cita sudah ditetapkan dan gambaran keenakan dari keberhasilan pencapaiannya terus menerus kita jaga juga tetap menyala penuh dalam benak dan mengilhami langkah kita. Selain itu "ketekunan" ini juga dapat terus kita lakukan dengan membayangkan efek sakitnya jika cita-cita mulia kita itu tidak tercapai atau minimal semakin lama kita capai.

So...tekunlah dalam berusaha, tekunlah dalam memelihara kobar semangat kita, tekunlah dalam menyalakan preview mimpi kita dan terakhir tetaplah bersyukur dengan apa yang telah kita capai dalam setiap tahapan prosesnya.

13 February, 2009

Success is "mindset", Life with "given"

Sukses adalah sebuah mentalitas atau "mindset", bukan sesuatu yang kasat mata, sehingga dengan sendirinya sukses dapat memberi kekuatan untuk menanggung setiap kegagalan/akibat dalam setiap tahapannya. Kegagalan di satu bidang atau satu kali saja, tidak membuat kita seorang pecundang. Sambutlah kegagalan sebagai salah satu cara untuk belajar dan berkaca apa saja yang perlu diperbaiki lagi. Seorang sukses tidak pernah takut gagal, malah ia dengan suka cita dan rendah hati menggunakan kesempatan ini untuk belajar. Jangan takut gagal, karena dengan kita takut gagal, sebenarnya kita sekaligus juga takut menjadi sukses.

Segala sesuatu itu mudah, intinya adalah mindset dan bagaimana meng-approach sesuatu. Hal-hal yang rumit mesti disederhanakan dan dijalankan tanpa banyak neko-neko. Maju terus dengan hati yang lurus dan bersih. Bantu mereka yang kurang beruntung di sepanjang perjalanan, supaya bisa sama-sama mencapai gunung kesuksesan.

Nggak perlu neko-neko, kerja, belajar, dan memberi. Begitu terus berulang-ulang, itulah pencapaian hidup yang terbesar.

Dengan memberi pulalah kita mengingatkan diri kita sendiri akan kelimpahan kita, sehingga alam bawah sadar kita “mencetak” blue print pikiran berkelimpahan,sehingga mindset kelimpahan ini akan selalu terpancar keluar dalam setiap apapun proses kehidupan yang kita tempuh.

09 February, 2009

Power, Passion & ACTION !!!

Seiring dengan perjalanan hidup individu, ada saja kendala dan godaannya. Kesuksesan dan kebahagiaan menjadi begitu hedonis, kesuksesan ingin tergapai secara instant. Normalkah? Saya pun terjebak dalam kondisi ini, bagaimana bekerja dengan "smart" itu? Benarkah dengan sedikit kerja tanpa resiko kemudian aset terkumpul dengan sendirinya, rasa-rasanya kok memang mustahil. Tuhan maha adil, siapa menabur dia menuai. Tak mungkin sedikit kerja segudang profit dan zero resiko.

Action nyata, semangat membara, belajar dari perjalanan hidup adalah mutlak. Power of passion must be reliable every time. Andrie Wongso bilang "kalau anda keras terhadap diri anda maka kehidupan akan lunak terhadap diri anda, sebaliknya jika anda lunak terhadap diri anda maka kehidupan akan keras terhadap diri anda".

Kurang lebihnya memang tidak ada kehidupan enak yang instant dan tanpa resiko, setiap apa yang kita lakukan itulah yang kita tanam dan seiring dengan perjalanan waktu berbanding luruslah dengan kehidupan yang kita rasakan (baca : hasil yang kita panen). POWER, PASSION & ACTION !!! Buldozer kesuksesan kita tak boleh kehabisan bensin, mesin Buldozer kesuksesan kita harus senantiasa di up grade agar hasil yang didapatkan semakin produktif dan efisien. Seperti teknologi informasi yang terus berkembang mengikuti kebutuhan manusia; dulu GPRS kemudian 3G sekarang 3.5G, dulu Pentium 4 sekarang satu Notebook bertenaga 2 prosesor.

Pesan Pribadi : Belajar, belajar & belajar !!! Push my self !!! Get & Maintenance my Power, Passion & Do It; Action !!!

Jangan lupa : Nikmatkanlah perjalanan hidupmu dengan sujud syukur !

04 February, 2009

Daya Ungkit; "Membaralah"


Anggap saja kita orang yang kalem dan tak neko-neko. Kita menghadapi dunia dengan sudut pandang "yang terjadi-terjadilah". Dan hal itu selalu berhasil.

Namun, tak pernahkah kita, sekali saja, merasa iri dengan mereka yang berapi-api, antusias dan sangat menggilai pekerjaan, kelompok dan keluarganya. Memang, kita tidak bisa mengubah warna bola mata dan beberapa hal yang telah diturunkan sejak lahir pada diri kita. Tapi, tingkat antusiasme adalah hal yang berbeda.

Dalam "The Welch Way", Jack & Suzy Welch mengatakan tak ada keraguan mengenai hal itu. Kita bisa menyalakan api dalam diri kita sendiri, buka sumbat gairah kita dan membaralah! Bila kita melakukannya, kita menjadi pribadi yang biasanya hanya menunggu waktu pulang menjadi sosok yang yang lebih bersemangat dan sekaligus profil yang profitable.

Kuncinya untuk membuat tujuan menjadi nyata dan mengubah sinisme menjadi optimisme adalah sesuatu yang berperan sebagai "pemicu". Cintailah diri sendiri dengan sesekali tampil beda dan "MEMBARALAH!!!"