07 March, 2009

Merpati; si Kaki Merah

Dahulu kala pada zaman thuk thek thuk deng semua jenis unggas (atau gampangnya yang punya bulu dan sayap) bisa terbang. Jadi si ayam jago yang gagah, entok yang megal-megol ataupun angsa si leher panjang yang selalu melengking-lengkingkan suaranya sekarang itu juga bisa terbang dulunya. Malah pada suatu hari, karena habis mandi di sebuah sendang/telaga yang jernih airnya si ayam jago yang ganteng itu dengan begitu gagahnya memamerkan tubuhnya yang kekar dan bulu-bulunya yang indah mengkilat hitam kebiru-biruan dan diselingi warna merah serta jingga itu berputar-putar diangkasa.

Siang itu memang begitu terik, jadi makin berkilaulah keelokan karunia Tuhan yang terpampang dalam warna bulu ayam jago. Berkoar-koar di angkasa, berteriak pada semua isi alam, pada sekelompok awan putih, pada angin siang yang lembut, pada semua pucuk-pucuk pohon yang melambai-lambai riang dibelai sinar mentari. Tak berapa lama, lewatlah beberapa ekor burung kutilang yang suka bersiul-siul itu. "Hai..kutilang kecil, lihat nih keelokan bulu tubuhku dan rentangan kedua sayapku. Pantas khan jika aku menjadi raja dari segala jenis burung yang ada di muka bumi ini?" teriak si Jago. "Hi..hi..hi..suit-suit" hanya itu seloroh 7 ekor Kutilang yang sedang mencari semut di puncak dahan dan lalu meluncur cepat diantara dahan-dahan yang lebat.

Karena belum mendapat pengakuan dari Kutilang, turunlah si Jago ke atap rumah Pak Sabar, seorang petani yang rajin mengerjakan ladang dan sawahnya serta memelihara banyak sekali ayam maupun burung merpati.
"Hai, merpati, bagaimana kalo aku menetapkan diri sebagai raja dari segala jenis burung?" hardik si Jago pada belasan ekor merpati yang tengah makan jagung di halaman.
"Siapapun berhak menjadi raja, yang penting bisa mempergunakan semua kelebihan dan kekuatannya untuk melindungi umat yang diwakilinya selaku seorang raja." jawab sang merpati.
"Sudahlah, tak usah berpidato segala, terangnya setuju tidak kalian jika aku jadi raja burung?"
Hanya senyuman kecil yang tampak begitu sehati tersungging dari beberapa ekor merpati cantik itu. Si Jago yang sedang jumawa dan butuh pengakuan status jadi merasa dilecehkan, tanpa cang cing cong, dihajarlah belasan ekor burung merpati yang lemah itu, kemanapun mereka berusaha lari ataupun terbang selalu tertangkap satu per satu. Melihat kekuatan yang tidak seimbang ini, beberapa burung lain seperti prenjak, bethet, jalak, emprit, bahkan entok dan bebek pun hanya bisa memelas kasihan tanpa berani membela sang merpati.

Darah terhambur ke seluruh halaman, si Jago semakin beringas dan menampakkan kejumawaannya. Tiba-tiba thung thung cling cling mak jleng, langit berubah menjadi gelap, petir menyambar-nyambar, suasana yang semula terik terang benderang menjadi angin ribut nan mencekam. Semua burung bersembunyi di emperan rumah Pak Sabar dan mak dhueerrrr, sebuah bola api meledak di halaman dan berubah menjadi sosok resi yang memakai jubah panjang berwarna putih bersih. Janggutnya panjang sampai atas pusar, wajahnya teduh tapi tergurat sebuah kedamaian dan ketegasan, kakinya tak nampak karena jubahnya memanjang menyapu tanah, tangan kirinya melingkar di perut dan sebuah tasbih kecil tergantung di tangan kanannya. Semua tercekat, tak ada yang berani bersuara, bahkan berdeham pun seperti terkunci.
"Jago, apa yang telah kamu lakukan?" suara resi yang berat dan dalam membuat semua yang mendengar jadi terhanyut.
"Ek...e..anu, saya hanya main-main." si Jago ketakutan bukan kepalang.
"Jago, semua anugerah Tuhan yang dititipkan pada dirimu saat ini hanya bisa mendatangkan bencana bagi umat yang lain, tidak ada lagi keindahan diri dan kemuliaan hidup yang bisa kamu hadirkan dari anugerah itu, maka lebih baik dicabut saja semua kelebihan itu sebelum jatuh korban yang lebih banyak lagi." titah resi dengan tenang.
"Tapi...tapi...." Jago geragapan tidak tahu maksud arahnya.

Sang resi berjalan mendekati dan mengambil merpati yang telah lemah satu per satu, diusap semua darah yang keluar dengan kedua tangannya dan diusap-usapkan ke kaki masing-masing merpati tersebut. Aneh bin ajaib setelah semua darah tersebut diusapkan ke kaki sang merpati, tiba-tiba kesemua merpati tersebut dapat sehat dan terbang kembali. Setelah semua merpati sehat kembali, mendadak langit kembali cerah dan mentari menampakkan teriknya. Resi kemudian bersabda :
"Mulai hari ini semua jenis ayam tidak boleh terbang tinggi lagi ke angkasa, setinggi-tingginya lompatan jago tidak lebih dari kemampuan terbang merpati."
Sabda pandita ratu, apa yang telah terucap tak dapat ditarik kembali, makanya kita tahu saat ini ayam jago paling bisa terbang hanya sampai 2 atau 3 meter dan akibat leleran darah di kaki merpati tersebut sampai sekarang pun kaki merpati selalu berwarna merah entah dari spesies apapun.

Semoga ada hikmahnya, amien...

1 comment:

Anonymous said...

Boleh juga tuh dongengnya....Sekarang dongeng mulai banyak ditinggalkan para Mama dengan alasan capek dan sibuk. Semoga dongeng ini bisa menjadi resensi yang baik buat banyak Mama. Makasih