04 March, 2009

Semar mbangun Kayangan

Kehidupan ini bagaikan panggung sandiwara, demikian kata penyanyi Achmad Albar atau Alm. Nike Ardilla. Beberapa hari yang lalu ketika berangkat kerja naik bus Bogor - UKI kulihat seorang Bapak membaca artikel di Koran KOMPAS "Ki Enthus, Teruslah Berkreasi" ; demikian kurang lebih inti judulnya. Nah...lho, apa hubungannya dengan panggung sandiwara ataupun judul diatas?

He..he..saya jadi teringat masa kecil dulu, waktu masih duduk di bangku SD, yah...antara kelas 5 atau 6 lah di kampung Grobogan, Jawa Tengah sana. Hampir tiap malam setelah selesai belajar wajib (jam 7 - 8 malam, kecuali malam minggu), saya selalu terlibat diskusi semi guyonan kampung dengan kakek (ayahnya ibu saya, sekarang sudah almarhum). Kami sering adu argumentasi mempertahankan pendapat masing-masing, maklum dibesarkan dalam generasi yang berbeda jauh, kakek saya pernah mengalami masa penjajahan Belanda, Jepang, era Bung Karno sampai Pak Harto. Sementara saya dari ceprot sampai SMP sudah menghirup Penataran P4-nya Orde Baru, pokoknya pahlawan pembangunan Indonesia adalah Jenderal Soeharto.

Trus...kapan mbangun kahyangannya Mas? Sabar, begini ceritanya, diantara perbedaan prinsip antara kami berdua tersebut (detailnya dalam posting terpisah aja yah...) ada satu hobby kami yang sama yaitu mendengarkan siaran wayang kulit dari RRI Semarang dan kadang siaran langsung wayang kulit di Indosiar atau TVRI. "Gus..(begitu biasanya Mbah Kakungku memanggil), siapa tokoh dalam pewayangan yang paling kamu idolakan?" "Ya...jelas Arjuna lah mbah" jawabku singkat. "Kenapa Janoko?" tanya kakekku lagi mengetes kemampuanku dalam mengerti karakter tokoh pewayangan. Maaf, kakekku tidak pernah menyebut Arjuna. "Ya...Arjuna khan tokoh Pandawa yang paling sakti, baik hati, selalu menang sayembara, selalu diidolakan putri raja, wis pokokke jos gandhos lah mbah!" semangat dan berapi-api aku menerangkannya.

Pembicaraan sampai disini, karena di TV lagi ada session dagelannya Ponokawan (Semar, Petruk, Bagong dan Gareng); selain grup ini sebenarnya masih ada satu grup dagelan satu lagi dalam pentas pewayangan yaitu Limbuk & Cangik. Setelah dagelan selesai dan mata mulai ngantuk, karena sudah lewat jam 2 dini hari, melihat tingkahku yang sudah kurang berminat dengan jalan cerita lakon wayang di TV itu, mulailah kakekku berpesan. "Le cah bagus, wayang itu ibarat cerita kehidupan. Setiap lakon yang dipentaskan itu hanyalah beberapa fragmen dari sekian banyak kompleksitas kehidupan manusia di dunia selain biar ceritanya ada daya tarik dan tuntas dalam satu malam suntuk pementasan. Di dalamnya ada tokoh-tokoh yang mewakili sisi kebaikan dan kejahatan, sisi kiri dan sisi kanan, kehinaan dan kehormatan, cara putih dan cara hitam, perjuangan hidup, kelahiran dan kematian, ketidakadilan, kemulian, dsb. Nah...sama dengan kehidupan manusia seperti kita, semua tokoh wayang juga punya keinginan keduniawian atau hawa nafsu, bahkan tingkat dewa pun di wayang dipentaskan dalam beraneka macam sifat. Ada satu tokoh yang mungkin tidak ada dalam fikiran mudamu, SEMAR !!! Ayo kita dengar besok malam di RRI ceritanya. Sudah sana tidur dulu." demikian cerita kakekku malam minggu itu.

Singkat cerita esok malamnya ada lakon "SEMAR mbangun Kayangan di RRI". Inti cerita yang kutangkap dalam fikiran kecilku saat itu, heh...ternyata ada orang sakti super sakti, orang alim, dewa diatas dewa yang mewujud ke bumi menjelma manusia biasa yang ingin dunia ini damai kerta raharja, tapi tanpa keinginan untuk dipuja namanya, diagungkan kebijaksanaannya, dibesarkan karyanya, atau dengan kata lain berperan dibelakang layar saja. Siapa dia : SEMAR !!!

SEMAR, yang kutahu, bahkan secara besarnya sampai sekarang adalah tokoh yang lucu, pelayan sekaligus guru sekaligus resi sekaligus tempat curhat sekaligus apa aja bisa bagi Sang Arjuna. Ternyata dalam lakon tersebut ketika SEMAR menjelma menjadi dewa bahkan Dewa Narada pun takluk pada kesaktiannya, ketika mungkin jika mau menjelma jadi Arjuna part 2 pun Arjuna yang asli pasti lewat lah. Tapi SEMAR bukan dimainkan sang dalang untuk karakter itu, SEMAR dihadirkan dalam bentuk super segala super ketika kehidupan dunia pewayangan sudah demikian chaos, rusak oleh tingkah polah jalmo menungso yang kurang beradab.

Kayangan atau surga harus dibangun dari dalam diri dan hati masing-masing umat manusia. Kayangan tidak bisa dicapai oleh hanya segelintir orang yang mengaku resi, mematuhi segala peraturan ataupun ritual tertentu sesuai keyakinannya atau kelompoknya tanpa berinterkasi dengan sesama. Kayangan harus kita ciptakan, tidak peduli dalam porsi peran apa kita diciptakan oleh "sang dalang kehidupan", kahyangan akan tercipta jika kita mau berkontribusi. Tidak ada salahnya kita menyenangkan diri sendiri, memperjuangkan kelayakan hidup orang-orang yang kita cintai, tapi kenikmatan itu ada margin optimumnya dan ada juga titik baliknya (yakinlah itu). Tiada yang lebih indah selain berbagi, berbagi tak akan mengurangi kenikmatan hidup kita, berbagi menyebarkan aura positif kehidupan, kelimpahan di tengah kekurangan hanya akan diisi kecurigaan dan iri dengki yang menyebarkan aura negatif yang semakin menjauhkan hadirnya kayangan.

Adakah sang SEMAR modern atau SEMAR millenium? Itu tidak penting, marilah kita bangun kayangan dalam hati, dalam tindakan, dalam pergaulan dan dalam tiap inchi langkah kita di dunia ini. Semoga kahyangan itu lekas hadir, minimal untuk diri kita syukur esok untuk sebgaian kecil keluarga kita dan esok lagi untuk segenap tetangga kita dan suatu saat kelak untuk segenap kehidupan dunia. Pertanyaannya : akankah ada kayangan session 1, session 2 dan seterusnya?

No comments: