10 March, 2009

7th Saturday Flashback & Review

Lama juga tak nulis kembali, meski isi otak kadang terceruat-ceruat beberapa kali. Kebiasaan ini memang harus digali dan diasah terus, meski tanpa comment dan koreksi minimal bisa mencurahkan ide, kuras kerak-kerak otak biar gak mampet dan jadi migrain.

Sabtu lalu waktu ada tugas kantor buat exhibition di Borobudur Hotel, mulai jam 7 pagi ada beberapa kejadian tidak biasa bagiku. Pertama, lengangnya Jagorawi yang tidak pernah terjadi kalau urban Jakarta berangkat kerja, kemudian harian KOMPAS yang belum ada di lapak koran Uki padahal sudah jam 6.35 WIB. Jam 6.50 WIB sampai di lobby belakang Borobudur, tempat yang biasanya dipakai exhibition ternyata sudah dibooking untuk wedding party.

Kegiatan setelahnya seperti biasanya, tata-tata stand, nyambut tamu peserta simposium dan yang lain-lain. Ada suatu kejadian janggal siangnya, gak aneh sih, cuman sempat menggelitik otak saja dan jadi bahan diskusi dengan teman seboncengan motor waktu cari makan siang. Sabtu yang panas itu, cukup padat juga lalu lintas perempatan Senen. Nah, waktu diujung garis polisi traffic light ada sebuah Mercedes Benz E Series warna Black Mica berhias pita dan bunga belok ke arah kanan dari sisi depan. Apa isinya, ya pasti pasangan pengantin baru lah, cuman yang terasa sedikit mengganjal pikiran saya, dalam mobil itu ada empat orang, satu driver laki-laki kemudian di sebelah driver ada seorang laki-laki juga mungkin usianya kisaran 53 tahunan lah. Nah, ini yang istimewa, di belakang sebelah kanan si mempelai pengantin wanita sedang tidur dengan cueknya (masih lengkap mengenakan busana kemegahan pengantin, gak tahu mau mulai atau sudah selesai) sedangkan di sebelah kiri belakang si mempelai cowoknya sedang asyik "nduduli" keypad Blackberry-nya (serius sekali mimik mukanya).

Lha...terus apanya yang aneh? Ya itunya itu lah, bagi saya kok kurang wajar yah, suasana gegap gempita kegembiraan pernikahan yang dirayakan dengan hiasan, sewa gedung/hotel (saat itu juga sorenya di Hotel Borobudur juga ada perayaan wedding party megah, super megah malah, puluhan ucapan dan bunga sudah ada di depan lobby hotel siangnya, ada dari restoran fast food, dari beberapa bank swasta, perusahaan makanan ringan yang mencerminkan bahwa yang jadi pengantin ini "bukan orang sembarangan", desainer gaun pengantinnya aja Ivan Gunawan coba), pake mobil super lux, eh...la kok pengantinnya sendiri kusut masut, posak pasai ora nggenah praupane. Njur zamane iki jenenge zaman opo coba? Kata temen saya yang sudah nikah siang itu, wong nikah itu sing penting rak yo sah secara agama dan secara legal, yang satunya lagi gak mau kalah, ya ndak bisa, yang penting itu ya sah ya megah ya besaaar.

He..he..saya kok ngerasa gimana gitu, antara setuju membayangkan kemegahan dan nilai historis atau kenangan nostalgianya dan juga antara gamang ya apa tidak lebih mulia kalau uang segitu buaanyaknya berputar itu kita gunakan angkat peri kehidupan umat manusia dalam arti yang lebih luas. Toh...habis jadi pengantin di dalam mobil malah jothakan karepe dhewe ora nggenah kayak yang di perempatan tadi, njur apa yang dicari? Dimana letak kemaslahatannya? Di level pamer unjuk kekayaan, meningkatkan prestise keluarga dan melanggengkan status quo materi di mata rekanan dan jejaring bisnis.

Ya wis lah, wong hidup cuma satu kali ae kok mas (kalau memang satu kali beneran lho ya..., aslinya saya nggak tahu, baca saja bukunya Achmad Chodjim; Membangun Surga). Bisakanlah dalam waktu sesering mungkin kita ini bermanfaat bagi orang lain, dikenang atau ndak bukan urusan kita sebagai lakon hidup, genapkanlah bahan bangunan evolusi peradaban manusia ini dengan baik atau minimal saja tidak membuat orang lain bersedih atau sengsara karena ulah kita atau sama artinya tidak merontokkan bangunan evolusi peradaban yang telah bergerak maju ke arah yang baik.

Setuju...???

No comments: