23 August, 2011

Jangka Jayabaya; Saatnya Bertindak Tanpa Rasa Takut & Meraih Kejayaan


Saya tidak begitu paham kedua sosok ini baik Sang Jayabaya ataupun empunya buku ini Anand Krishna. Jayabaya...? Pasti minimal kita tahu lah...tokoh yang selalu diharapkan ramalannya terjadi, si Satrio Piningit sepanjang zaman yang akan membawa kemakmuran pada segenap warga nusantara. Ha9x...kok kedengarannya kayak harapan orang apatis dan sok politis banget yah...So, how about Anand Krishna? Yang saya tahu sih dulunya sosok yang penyentuh hati macam Pak Gede Prama gitu, tapi swear saya belum pernah mengikuti kelasnya bahkan baca bukunya juga baru kali ini saja, malah yang saya dengar santer pas di infotaiment kasus skandal pelecehan kemarin itu.

Tapi so what lah...saya bedah menurut yang saya tahu saat ini dan atas kacamata sederhana saya sendiri juga (dibaca : berdasarkan cetak biru resensi hati saya sendiri), OK Bro. Jayabaya itu Raja Kediri yang paling TOP BGT lah, jadi kalau di pelajaran sejarah kelas 1 SMP semester pertama saya dulu tahun 1993 semisal dianalogikan ke Kerajaan Majapahit yah...kayak Raja Hayam Wuruk lah...tapi selebihnya saya tidak tahu (monggo kalau mau dikoreksi), asli gaktahu lagi saya. Nah kalau Anand Krishna lebih tidak tahu lagi saya, tetapi dari cara beliau bertutur dalam buku Jangka Jayabaya ini jujur saya merasakan kehadiran sosok spiritualist sejati. Tokoh dengan pengendalian tutur dan sikap sedemikian anggun, meskipun saya rasakan dari goresan penanya masih punya sisi sensitivitas emosi yang cukup menonjol, so...pantes saja kalau SMS-nya begitu romantis. Lah...sudahlah, satu lagi beliau begitu fasih berbahasa dan mengenal budaya Jawa layaknya Ronggowarsito padahal kalau dari namanya so pasti dari bumi Hindustan. Jadi malu saya sebagai orang asli berdarah trah Jowo tulen.

Langsung ke isi bukunya saja ya, sang empu cerita mencoba memposisikan diri sebagai motivator umat nusantara. Pesan yang beliau sampaikan berbeda dengan arti sosiologi Jayabaya yang selama ini saya kenal. Anand Krishna mengoreksi pemahaman ramalan Jayabaya sekaligus memberikan argumentasi empiris yang begitu up to date sekaligus tetap masuk akal tanpa menyinggung penafsiran Jayabaya pada umumnya. Contoh sangkala Jayabaya berikut :
...mbesuk yen tanah Jawa iki wis kalungan wesi...
Arti selama ini : besok jika Pulau Jawa ini sudah dikelilingi oleh rel kereta api sebagai metafora dari kalung besi.
Anand Krishna : besok jika tanah Jawa ini sudah terbelenggu oleh segenap masalah yang tak kunjung selesai terbebani oleh hutang yang tiada habis, sehingga kekacauan demi kerusuhan silih berganti datang dan rakyatnya terprovokasi untuk hidup sendiri-sendiri bahkan korupsi sebagai akibatnya.
...mbesuk yen ono kereto mabur ing awang-awang...
Arti selama ini : besok jika sudah ada pesawat terbang...
Anand Krishna : besok ketika munculnya zaman dengan segala keinginan untuk hidup sebebas-bebasnya. Pemenuhan kebutuhan hedonis demikian membelenggu, jarak tidak menjadi batas lagi dengan hadirnya teknologi misal internet.

Kuranglebihnya begitu lah...Anand Krishna yang juga telah mumpuni penguasaan budaya Jawa-nya mencoba mengolah ramalan Jayabaya dari perespektif berbeda, menghadirkan wacana baru yang cukup masuk nalar dan titik beratnya pada inspirasi. Jadi janganlan kita bersikap skeptis dengan perkembangan zaman saat ini, jangan pasif menunggu sang ratu adil, kita lah yang harus bangun dan berubah, kitalah yang harus kembali pada jalan hidup kearifan, kejujuran dan semangat bahwa selalu ada yang baik diantara segenap insan buruk dan keadaan bencana sekalipun. Anand Krishna juga mengoreksi mengapa nusantara ini selalu dalam rundungan bencana alam tiada putus, he..he..kurang nasionalis bagaimana lagi coba? Rentetan kejadian alam itu sudah merupakan hukum keseimbangan, dimana alam ini sudah tidak tahan lagi dengan akibat yang dibawa oleh perilaku umat manusia kini, sehingga harus ada mega suksesi peradaban, harus dimulai dari nol kecil lagi dengan tatanan perikehidupan yang lebih arif dan manusiawi kembali.

Saya sebagai umat muslim pun merasa sangat masuk akal dengan perspektif yang beliau suguhkan. Kita adalah subyek kehidupan, bukan obyek penunggu insan Sang Pencerah Ratu Adil, kita lah sang pencerah bagi jiwa kita sendiri-sendiri. Tidak ada zaman yang pantas ditunggu tanda-tandanya, kehidupan ini yang kekal hanya satu yaitu PERUBAHAN itu sendiri. Kesimpulannya mari kita kembali sebagai khalifah pemakmur bumi, pembawa kebaikan, pencipta kedamaian hati, pionir insan jujur dan arif dalam menyikapi kehidupan di zaman apapun kita diberikan nafas kehidupan. Jadi peradaban ini terasa seperti dalam masa keemasan layaknya ramalan Jayabaya. Dunia ini laksana surga penuh senyum dan kebajikan, sebagai referensi silang coba deh tengok buku Achmad Chodjim; Membangun Surga.

Akhir kata mungkinkah peradaban surga dalam kitab suci itu kita hadirkan atau minimal kita rasakan 1% saja di dunia fana ini...wallahualam bissawab.

No comments: